Kembali Seimbang
Oleh
Anisa K. Putri
Aku tidak menemukan pembukaan yang tepat untuk
tulisanku kali ini. Hanya saja muncul sekelumit tanya yang mengganggu, saat
pembicaraan menjurus pada keinginanku untuk memiliki kendaraan beroda dua yang
bernama motor. Mula-mula pembicaraan ini terasa santai. Sesekali aku melempar
pertanyaan pada lawan bicara di depanku. Sederhana saja pertanyaannya seperti:
apa dengan sejumlah uang yang minim (kusebutkan sejumlah nominal), aku sudah
bisa memiliki kendaraaan beroda dua itu. Pertanyaan lagi seperti bagaimana cara
merawat kendaraan yang baik, kemungkinan-kemungkinan terburuk apa yang akan
kutemui jika aku lebih memilih kendaraan roda dua tipe “bebek” atau jika
pilihanku jatuh pada tipe “matic”. Sebetulnya ini mungkin sedikit memalukan,
mengingat seharusnya aku sudah paham mengenai apa-apa saja mengenai kendaraan
satu itu. Kenyataannya aku masuk kategori makhluk yang “ketinggalan zaman”.
Sebenarnya aku pernah belajar
mengenai dunia “permotoran” ini. Aku sudah pernah melewati masa-masa jatuh
bangun dan terguling-guling saat pertama kali mencicipi rasanya mengendarai
motor. Dan sampai pada sebuah kejadian dimana aku menghancurkan motor kakak
laki-lakiku secara tidak sengaja karena belum mahirnya aku mengendarai si roda
dua bermesin itu lewat sebuah kecelakaan. Masih jelas teringat raut wajah kakak
laki-lakiku yang dinaungi amarah saat itu. Aku sendiri sibuk menangis dan
menahan sakit karena beberapa luka sobek di lutut dan siku tangan. Sejak saat
itu, bagiku mengendarai motor rasanya seperti hendak bunuh diri.
Tapi situasinya sudah lain sekarang.
Ada sesuatu yang mengharuskan aku untuk memiliki kendaraan roda dua bermesin
itu. Meskipun aku sudah memiliki kendaraan beroda dua favoritku yaitu sepeda,
lagi-lagi keharusan selalu berhasil menyingkirkan apa yang sudah ada. Alhasil,
aku membawa luka masa laluku kesini, ke masa ini. Aku harus menaklukan trauma
dan rasa takutku di masa lalu. Aku harus kembali belajar untuk seimbang. Apapun
yang terjadi di masa lalu, masa kini mengharuskanku untuk berada di posisi
seimbang. Aku mungkin akan kembali terjatuh, tapi aku akan lebih kuat sekarang
karena sakit yang akan kualami nanti (jika aku tidak menjaga keseimbanganku)
hanya pengulangan rasa sakitku di masa lalu.
Jadi, kalau ada seseorang yang
bertanya padaku dari mana awal mula lahirnya ‘kekuatan’, aku sudah punya
jawaban. Rasa kuat datang dari rasa sakit yang berulang-ulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar