Rabu, 02 Desember 2015

Jarak dan Kita

Halo... apa kabar? Aku harap kalian selalu sehat. Ahh ya, kalian pasti sudah bertemu dengan Gal. Dia temanku, si pendongeng ulung. Semalam ia menemuiku dan bilang kalau ia harus pergi ke Andromeda untuk sebuah urusan dan untuk waktu yang tidak ditentukan. Entah kapan ia akan kembali. Nah, sebagai gantinya aku akan menemani kalian mengobrol santai saja. Tidak.. aku tidak akan mendongeng panjang lebar seperti Gal. Kita hanya akan mengobrol sebagai... teman. Sekarang nyamankan posisi dudukmu. Aku sudah siapkan sekotak cokelat dan segelas air putih untukmu. Kalau butuh sesuatu katakan saja. Aku akan menyiapkannya untukmu, karena kau adalah tamu istimewaku.

salam hangat,
AKP.


Jarak dan Kita



       Di sebuah pesan singkat.
       "Aku nggak bisa LDR-an sama kamu, aku nggak kuat. Kita putus aja ya."


      Di sebuah taman, senja mengintip.
      "Kamu udah beda sekarang. Aku kehilangan kamu yang dulu. Aku pikir kita udah melekat, tanpa jarak. Tapi sekarang kamu udah berubah, dan kamu sendiri yang bikin jarak itu hadir di tengah-tengah kita."

  
      Aku pernah menemukan dan mendengar dua kasus di atas secara langsung (jangan tanya siapa dan dimana, itu rahasia antara aku dan semesta hehe..). Mungkin kalian juga pernah mendengarnya. Sedikit banyak , jarak memang selalu jadi masalah dalam sebuah hubungan. Saat pendidikan jadi pilihan nomor satu dan dengan terpaksa harus menomorduakan hubungan, maka LDR (Long Distance Relationship) pun menjadi sebuah kutukan, jika hubungan itu terus berlanjut. Entah berapa banyak yang pernah mengalami kasus yang kedua. Saat dimana hubungan mulai terasa jenuh dan hambar, perbedaan menghadirkan jarak, dan pertengkaran-lah yang jadi puncaknya. Yang jelas, itu ada. Nyata.
      Sebenarnya apa itu jarak? Ilmu fisika menjelaskan bahwa jarak adalah panjang lintasan yang dilalui oleh suatu benda. Dari sini saja kita bisa mengambil kesimpulan bahwa jarak ada sebagai "jembatan" untuk mencapai atau menuju sesuatu. Andai kita terapkan makna jarak ini pada sebuah hubungan, maka mungkin akan lahir pertanyaan-pertanyaan seperti: "Kalau sepasang kekasih menyerah pada jarak yang hadir lewat LDR, bukankah artinya mereka kalah dari harapan akan sebuah hubungan yang kuat? Bukankah jarak yang akan membawa mereka menuju ke satu tujuan? Lalu bagaimana bisa mereka mengharapkan hubungan yang kuat, jika pada jarak saja sudah menyerah? Bukankah hubungan yang kuat adalah sebuah tujuan? Bagaimana bisa sampai tujuan kalau tidak melintasi jarak?
       Pada kasus yang kedua, jarak yang hadir karena perbedaan. Pasti aneh sekali kalau semua hal di dunia ini selalu sama. Tidak ada yang salah dengan kesamaan, kadang itu baik sekali untuk merekatkan sebuah hubungan. Tapi jangan pernah meremehkan perbedaan, karena sekecil apapun perbedaan itu harus tetap ada. Untuk menjaga keseimbangan. Seringnya, perbedaan yang hadir dalam sebuah hubungan justru tertutupi oleh "zona nyaman" sebuah hubungan. Kadang sepasang kekasih terlalu melekat, hingga mereka merasa "kembar". Kembar yang tak ingin dipisahkan. Nah, saat perbedaan sudah nyaris tak terlihat lagi dan kehilangan pengakuan, disinilah jenuh bekerja. Jenuh akan menghadirkan godaan-godaan yang akan memancing perbedaan untuk muncul kembali. Pertengkaran adalah bukti eksistensi perbedaan. Jadi, setelah mengetahui cara kerja perbedaan (yang merupakan jarak) dalam sebuah hubungan, masihkah kita terlalu kanak-kanak untuk menyikapi perbedaan diantara kita?  Akankah kalian membiarkan perbedaan (jarak) merusak atau malah menguatkan kita? 
      Aku cerewet sekali berbicara panjang lebar seperti ini. Tapi masih ada satu lagi yang ingin aku diskusikan tentang Jarak dan Kita. Ini akan sangat serius sekali. Jadi, sebelum aku mulai ada baiknya kau minum segelas air putih dulu, menyamankan posisi duduk atau meregangkan otot, dan cobalah untuk lebih rileks.
      Sudah? Baiklah, mari kita lanjutkan.
      Kalau tadi kita sudah menerapkan jarak ke dalam hubungan antar manusia, sekarang mari kita terapkan "jarak" ke dalam hubungan kita dan Tuhan. Dalam sebuah ayat Al-quran dijelaskan: "Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) "Aku itu Dekat".  Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."
 (Q.S. Al-Baqarah:186)
      Nah kan, sebagai manusia selama ini kita hanya disibukkan bertengkar dengan pasangan kita hanya karena jarak. Pernahkah kita "bertengkar" dengan Tuhan karena jarak yang menyusahkan perjumpaan kita dengan-Nya? Kita sibuk memikirkan bagaimana untuk terus dekat dan menebas jarak dengan pasangan kita, tapi apa pernah kita menebas jarak dengan Tuhan agar kita selalu dekat dengan-Nya? Tapi disinilah keistimewaan hubungan kita dengan Tuhan. Meski tak tersentuh, kehadiran-Nya begitu dekat. Meski tak bersua rupa, kita tetap bisa mencintainya.
      Aku pikir kita butuh waktu untuk merenungkan ini. Aku tidak sedang menggurui, bukankah sedari tadi kita hanya mengobrol sebagai teman? Baiklah untuk kita saling mengingatkan. Aku ingin membuat kesimpulan untuk obrolan tentang Jarak dan Kita ini. 
      "Karena akan selalu ada jarak diantara kita, sedekat apapun kita. Ingat, Tuhan itu sangat pencemburu. Ia akan selalu cemburu pada hambanya yang lebih mencintai makhluk-Nya dibandingkan mencintai-Nya. Untuk itu Dia hadirkan pada kita sebuah jarak dan perbedaan sebagai pengingat, bukan cobaan. Agar kita selalu bisa ikhlas saat melepaskan, lapang dada saat kehilangan, dan agar kita belajar bahwa jarak ada untuk mencapai tujuan. Jarak bukan apa-apa. Hanya pengingat untuk menguatkan. Dan... hanya kepada Dia-lah kita menyerahkan segala urusan." 
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar