Bulan dan Bintang
Bintang,
Pada
setianya hening malam kau datang
Menjelma
jutaan cahaya selayak kunang-kunang
Menggantung
kukuh pada langit kelam malam
Menunggu
sang bulan datang
Bulan,
Yang
hadirnya kadang tak sempurna lingkaran
Yang
kadang lenyap bersembunyi nyaman di balik awan
Tenang,
diam, berlalu tanpa bintang
Pada
setiap rindu malam-malamku
Kau
bulan, dan aku bintang yang menunggu bulanku pulang
Gerimis
Gerimis
Dalam
remang rintiknya, aku terbalut tangis
Subuh
ini, kupasrahkan rinduku pada gerimis
Yang
pada setiap hadirnya, wajahmu tergaris
Lembut
syahdu, menyentuh palung kepiluanku
Gerimis
Padanya
kusampaikan tawa dan tangis
Akan
rindu yang makin mengiris-iris
Jika
gerimis sampai di kotamu,
Jika
gerimis sampai di kelopak matamu,
Pasti
ia membawa sesuatu untukmu
Setangkup
rindu dariku
Akulah
gerimis yang lahir dari matamu ..
Aku, Kau, dan Hujan
Cinta
Subuh ini aku dibangunkan hujan petir
Dingin, sangat dingin
Disini setiap hari hujan turun
Di kota ini setiap saat dingin
Sementara itu
Di hatiku, setiap saat rindu
Setiap hari ingin memelukmu
Dingin
Beku
Harapanku padamu
Ada
Ada
senyummu membias di rintik hujan
Tersipu
padaku yang sedang berlagu cinta untukmu
Ada
suaramu mendesah lembut di telingaku
Membisikkan
cinta sebanyak rintik hujan itu
Aku
tak punya warna
Lalu
kau datang menawarkan pelangi merah muda
Ada
cinta diantara kita
Berhias
indah lagu cinta, rintik hujan
dan
pelangi merah muda
Samar
Kulihat
wajahmu membayang di antara rintik hujan, samar.
Kudengar
desah nafasmu mampir ke tengkukku, samar.
Bayanganmu,
datang secepat angin
dan
lenyap secepat kilat
Hanya
bias senyummu yang kulihat sempat terbentuk
di
gumpalan awan gelap
Hujan
...
Rintiknya
basah mengecup tanah
Membentuk
sketsa wajahmu, samar.
Apakah
samar ini bagian dari rinduku?
Atau
memang hadirmu terlalu samar untuk ku’nyata’kan ?