Sabtu, 14 November 2015

Puisi untuk Bulan.



Bulan dan Bintang


Bintang,
Pada setianya hening malam kau datang
Menjelma jutaan cahaya selayak kunang-kunang
Menggantung kukuh pada langit kelam malam
Menunggu sang bulan datang

Bulan,
Yang hadirnya kadang tak sempurna lingkaran
Yang kadang lenyap bersembunyi nyaman di balik awan
Tenang, diam, berlalu tanpa bintang

Pada setiap rindu malam-malamku
Kau bulan, dan aku bintang yang menunggu bulanku pulang




Gerimis


Gerimis
Dalam remang rintiknya, aku terbalut tangis
Subuh ini, kupasrahkan rinduku pada gerimis
Yang pada setiap hadirnya, wajahmu tergaris
Lembut syahdu, menyentuh palung kepiluanku

Gerimis
Padanya kusampaikan tawa dan tangis
Akan rindu yang makin mengiris-iris
Jika gerimis sampai di kotamu,
Jika gerimis sampai di kelopak matamu,
Pasti ia membawa sesuatu untukmu
Setangkup rindu dariku
Akulah gerimis yang lahir dari matamu ..



Aku, Kau, dan Hujan

Cinta
Subuh ini aku dibangunkan hujan petir
Dingin, sangat dingin
Disini setiap hari hujan turun
Di kota ini setiap saat dingin
Sementara itu
Di hatiku, setiap saat rindu
Setiap hari ingin memelukmu
Dingin
Beku
Harapanku padamu

 


Ada

Ada senyummu membias di rintik hujan
Tersipu padaku yang sedang berlagu cinta untukmu
Ada suaramu mendesah lembut di telingaku
Membisikkan cinta sebanyak rintik hujan itu
Aku tak punya warna
Lalu kau datang menawarkan pelangi merah muda
Ada cinta diantara kita
Berhias indah lagu cinta, rintik hujan
dan pelangi merah muda



Samar

Kulihat wajahmu membayang di antara rintik hujan, samar.
Kudengar desah nafasmu mampir ke tengkukku, samar.
Bayanganmu, datang secepat angin
dan lenyap secepat kilat
Hanya bias senyummu yang kulihat sempat terbentuk
di gumpalan awan gelap
Hujan ...
Rintiknya basah mengecup tanah
Membentuk sketsa wajahmu, samar.
Apakah samar ini bagian dari rinduku?
Atau memang hadirmu terlalu samar untuk ku’nyata’kan ?