Selasa, 26 September 2017

BTS



Mengungkap Rahasia Kesuksesan BTS

            Bangtan Seonyeodan atau BTS kembali membuat gebrakan dalam dunia musik. Setelah berhasil memenangkan penghargaan di ajang musik Billboard tahun lalu, tahun ini boyband asal Korea Selatan tersebut melakukan comeback (18/9/17) dengan mini album yang bertajuk Love Yourself : Her. Mini album tersebut berisikan 9 lagu dan 2 hidden track (hanya ada di CD fisik, tidak dirilis digital) antara lain Intro : Serendipity, DNA, Best of Me (kolaborasi dengan The Chainsmokers), Dimple (Illegal), Pied Piper, Skit : Billboard Music Award Speech, MIC Drop, Go Go, dan Outro : Her. Sedangkan 2 hidden track mereka berjudul Sea dan Skit : Hesitation and Fear.
            Setelah sebelumnya mengeluarkan musik video berjudul Intro : Serendipity yang menampilkan salah satu member yakni Jimin sebagai bintangnya, kini mereka mempublikasi musik video title track mereka yang berjudul DNA. Memiliki aliran musik EDM, DNA menjadi lagu yang dengan cepat dapat diterima baik oleh penggemar dan penikmat musik. Yang mencengangkan adalah title DNA tersebut langsung memecahkan banyak rekor baru dalam dunia musik. Diantaranya menjadi album dengan jumlah preorder terbanyak yakni 1juta eksemplar, lalu DNA menjadi video yang paling banyak ditonton dalam 24 jam di Youtube dengan jumlah viewer sebanyak 21 juta, sukses menduduki puncak chart iTunes di 73 negara termasuk Indonesia, merajai chart Melon dihari perdana perilisan mv DNA, dan masih banyak lagi.
            Berkat semua itu, kini BTS menjadi salah satu boyband yang mendunia. Sebenarnya bagaimana BTS bisa mendapatkan kesuksesannya seperti saat ini?
            BTS merupakan boyband asal Korea Selatan yang debut pada tahun 2013. Mereka berada di bawah naungan agensi kecil yaitu Big Hit Entertainment. Grup tersebut beranggotakan  Jin, Suga, J-Hope, Rap Monster (leader), Jimin, V dan Jungkook. Dulu mereka tidak memiliki banyak penggemar seperti saat ini, bahkan boyband beranggotakan 7 orang tersebut masih dianggap sebelah mata oleh penikmat musik. Namun semua itu berubah seiring waktu dan kerja keras mereka. Penjualan album dan reputasi mereka terus mengalami peningkatan terutama sejak era Wings. Dengan tittle track andalannya Blood, Sweat and Tears, BTS berangsur-angsur mendapatkan cinta penggemar.
            Jika kita bertanya-tanya siapa yang paling berpengaruh besar untuk kesuksesan BTS selain produser lagu-lagu mereka, maka Rap Monster-lah orang itu. BTS terkenal sebagai boyband yang selalu menyisipkan pesan sosial dan teori-teori di setiap lagu dan musik videonya. Saat lagu Blood, Sweat and Tears dirilis, banyak sekali Army (fans BTS) yang menemukan fakta lain dari seorang Rap Monster yang selama ini terkenal aktif menulis lirik untuk boybandnya tersebut. Leader BTS tersebut diketahui memiliki IQ yang tinggi, selain itu ia juga gemar membaca. Kegemarannya membaca inilah yang membuatnya terinspirasi untuk mengadopsi salah satu novel penulis besar yakni Herman Hesse yang berjudul Demian sebagai konsep album mereka yang berjudul Wings. Lirik-lirik yang menyentuh dalam setiap lagu di album Wings dan koreografi yang sangat bagus mampu menarik perhatian pencinta musik tidak hanya di Korea Selatan, tapi juga menembus pasar Amerika.  
            Hal yang sama terjadi pada album Love Yourself : Her. Sesaat setelah album Love Yourself : Her resmi dirilis, Army menemukan sebuah lagu yang diduga kuat terpengaruh oleh sebuah legenda dari Jerman yaitu Pied Piper of Hamelin. Pied Piper sendiri adalah sebuah legenda tentang seorang peniup seruling yang datang ke kota untuk memberantas hama tikus dengan cara meniupkan serulingnya. Setelah pemerintah kota menolak untuk memberikan imbalan, si peniup seruling memanfaatkan kekuatan sihirnya untuk memikat anak-anak, membuat mereka meninggalkan kota sebagaimana yang telah dilakukannya pada hama tikus.
            Seorang Army berujar, “BTS sungguh telah benar-benar tumbuh. Musik mereka semakin bagus, juga pesan yang terdapat dalam setiap lagunya sangat bagus.” Army yang lain menambahkan, “Aku pikir mereka luar biasa. Mereka menulis lagu mereka sendiri, membuat musiknya sendiri, dan membuat konsep yang bagus untuk musik mereka.”
“Rapmon adalah leader yang cerdas.” Komentar penggemar lain.
            Album Love Yourself : Her ini membuat para penggemar BTS sangat antusias untuk mendengarkan lagu-lagunya. Itu dikarenakan BTS berhasil membuat kolaborasi dengan salah satu musisi besar dunia yaitu The Chainsmokers dalam lagu Best of  Me. Selain itu, BTS juga tetap menyisipkan pesan sosial dalam lagu-lagu mereka kali ini. Seperti dalam lagu Go Go yang menyinggung soal istilah YOLO (you only live once), salah satu member BTS Suga menjelaskan dalam konferensi pers mereka, “Aku telah banyak mendengar istilah yolo, tapi aku rasa mereka belum benar-benar memahami artinya, dan lewat lagu Go Go kami berusaha memberitahu apa itu yolo menurut versi kami (BTS)-”.
            Selain itu lagu MIC Drop juga diketahui terinspirasi dari mantan Presiden Amerika Barrack Obama. Sementara dalam lagu Pied Piper, BTS juga menulis lirik yang ‘menyindir’ Army soal bagaimana perlakuan fans terhadap idolanya. “Ini gila, aku sungguh tertampar ketika membaca lirik Pied Piper. Hal lain membuktikan bahwa BTS selalu memperhatikan dan mencintai fans, itu dibuktikan dalam lagu mereka.” 
             Kerja keras BTS sudah terbayar, mereka sudah dicintai dunia. Mereka berani bermimpi, berusaha sekeras mungkin membuat musik yang bagus, memberikan kesempatan kepada seluruh member untuk berkontribusi menulis lirik dan mengembangkan potensi masing-masing. Well, sukses buat BTS! (An)

Senin, 24 Oktober 2016

To : Partner

To   : Partner
Fr    : Seseorang yang sering kau sebut "peramal"


     Hai, Partner. Lama kita tidak jumpa dan sapa di dunia maya. Entah bagaimana kabar rupa dan hatimu disana, aku harap semuanya baik-baik saja. Setelah waktu-waktu yang terasa lama, aku memutuskan untuk menuliskan seisi kepala yang penuh dengan kata-kata. Kali ini tentangmu, Partner.
     Tentang pertemuan kita di sebuah "rumah maya", aku mensyukurinya. Itu sama sekali bukan sebuah kebetulan. Ada sebuah benang merah yang terlihat, lalu kita terkoneksi karenanya. Akrab, menjadi alur kesudahannya.
     Tak cepat dan tak lambat kita semakin terbuka berbagi canda dan tawa. Cacat dan rahasia. Luka dan beban di dada lainnya. Seperti sahabat yang telah saling mengenal sejak lama, kita saling bercerita dan mendengarkan satu sama lain. Berusaha seimbang. Tanpa sengaja menjadi lebih akrab hingga ide itu terlontar dari kepala.
     Kita sama-sama suka menulis. Karena itu dengan nada bercanda suatu saat kamu memberi usul agar kita punya karya bersama. Mengingat keberadaanmu yang  sangat jauh dari kota dimana aku berada sekarang, aku ragu pada awalnya. Pun komunikasi kita terbatas hanya lewat telepon dan media sosial saja. Tapi pikiranku berubah saat membaca aura semangat menulismu. Berbekal sebuah ide, kita memulai proyek menulis itu.
     Proyek menulis jarak jauh itu memompa adrenalinku. Melahirkan plot-plot secara spontan dengan berbekal beberapa riset, ini menarik buatku. Aku menikmatinya. Entah bagaimana kamu. Aku menebak kamu sedikit tertekan, mengingat kita menulis tentang kisah cintamu. Setidaknya itu bagian yang cukup rumit.
     Aku lupa bagaimana tepatnya saat kamu memutuskan untuk membuat jarak dan ... menghentikan proyek menulis itu. Kita terhenti di bab 9. Nasib tokoh kita terkatung-katung. Aku sedikit bersedih, tapi tidak cukup mampu menunjukkannya padamu.
     Hal terakhir yang mengakrabkan kita adalah saat kamu menitipkan manuskrip awal cerita itu padaku. Aku menerimanya. Kamu bilang cerita itu sudah tepat di tanganku. Aku cukup linglung, tapi aku masih punya cukup kelapangan hati untuk menerima tanggung jawab darimu.
     Bukannya aku tidak pernah menyadari masalah berat yang menimpamu. Menjadi kamu pasti tidak mudah. Kamu butuh lebih dari sekedar pesan yang menenangkan. Sementara aku yang berada ratusan kilometer darimu hanya sanggup mendoakan.
     Pada akhirnya jarak itu semakin nyata. Kamu menghilang dari radar. Tidak apa-apa. Mungkin memang sudah seharusnya.Saat waktu yang menginginkan, segala yang ia mau akan diminta dari kita. Hubungan termasuk salah satunya.
     Berbulan lewat dan aku masih disini. Di ruang berwarna biru muda berukuran 2 x 3 ini aku tengan berupaya membesarkan keempat tokoh kita seorang diri. Aku belum tahu kapan tepatnya mereka akan tumbuh dewasa dan layak dibaca. Semampuku akan kubesarkan mereka dengan baik. Meskipun kabar tak lagi saling tahu, tapi aku tetap butuh doa darimu.
     Semoga keakraban menyapa kita lagi suatu hari nanti.
     Entah kabar baik atau buruk, tapi aku mau memberitahumu sesuatu. Semoga tidak menghadirkan sakit di kepalamu.
     Nama lengkap Saga adalah ...
     AriSaga Naru.


    A.

Jumat, 29 Juli 2016

Teruntuk Mereka Yang Konsisten Membesarkan Anak-Anak Abjadnya Hingga Menjadi Sebuah Kalimat Yang Dewasa :)



Aku Sebagai Kata


Kepada penyair,


Di rahim sukmamu yang penuh cinta
Benihku menggeliat gairah
Satu dua detak jantung penuh rasa di dada
Kau pinjamkan padaku yang hanya abjad
Mengusahakan sebuah hidup
Berjudi pada hidup

Bersegera lahir sebagai kalimat
Merapal doa dalam diam kulakukan
Mengundang keajaiban jadi tujuan
Menjadi alasan kau bahagia jadi impian

Aku sebagai kata
Berhutang hidup pada sebuah raga
Pada sebuah nama
Engkau.


Bandar Lampung, 28 Februari 2016

Minggu, 17 Juli 2016

Pertanda.

         Aku merasakan sesak yang amat sangat di dada. Jari-jariku gemetar, ada dorongan ingin menangis sekuatnya. Perasaan ini semacam pertanda, seperti sebelumnya. Setelah ini pasti akan terjadi sesuatu, entah baik dan buruk. Aku belum siap. Aku belum sepenuhnya pulih. Aku belum sanggup menghadapi kejutan lagi.
        Dugaan mulai menghampiri. Aku merasa ini akan jadi puncak dari seluruh perasaanku padamu. Ini akan jadi jawaban apakah selama ini rinduku benar, apakah selama ini cara mencintaiku benar, dan apakah doa-doa baik yang selama ini kupanjatkan akan bermuara pada kenyataan. Aku takut setengah mati. Rasanya seperti menunggu vonis.
         Ri-ku, tolong aku.

Minggu, 31 Januari 2016

Kita dan Kopi Pagi



Kita dan Kopi Pagi
Oleh Anisa K. Putri

            Aku tidak sedang ingin mengobrol tentang topik yang berat saat ini. Tapi aku ingin sekali bercakap-cakap dengan kalian. Menertawai sesuatu bersama-sama, melihat gurat tawa itu tergaris di wajah cerah kalian. Aku suka setiap kali kita mengobrol dengan aroma diskusi. Atmosfer yang sangat kusuka. Ringan tapi selalu ada pencerahan yang lahir dengan sukacita.
            Ada suatu pagi dimana aku sebenarnya tidak ingin buru-buru melewatinya. Pagi itu seperti biasa kami sekeluarga (aku, ibuku, kakak perempuanku dan adik laki-lakiku) bangun subuh, sesuai keperluan masing-masing. Ibuku terbangun pukul 3 pagi karena ingin tahajud kemudian setelahnya memfokuskan tubuhnya di wilayahnya yang bernama dapur. Kakak perempuanku terbangun pukul empat tepat, seperti kebiasaannya. Sementara aku dan adikku berbarengan terbangun pukul empat lebih empat puluh lima menit. Semua sibuk masing-masing menuju rutinitas, namun sesuatu terjadi.
            Sudah menjadi kebiasaan bagi kami bertiga (aku, ibuku dan kakak perempuanku) setiap pagi, membuat kopi sesuai selera masing-masing. Tapi apa yang entah direncanakan si pemilik takdir pagi itu. Mungkin ibuku sedang banyak pikiran, kakak perempuanku dihinggapi beban tugasnya sebagai guru di sekolah tempatnya mengajar, atau mungkin aku yang sedang... memikirkan seseorang. Aku meninggalkan gelas kopi-ku di dapur, itu karena aku bergegas pergi untuk mandi. Kakak perempuanku meninggalkan gelas kopi miliknya di meja makan, itu karena ia sedang menyiapkan kertas-kertas nilai milik murid-muridnya.  Sementara ibuku sedang mengaduk kopi miliknya.
            Selesai merapihkan diri, aku menjumpai sarapanku. Sementara aku menikmati sarapan pagi penuh karbo, aku melihat kakak perempuanku melintas menggenggam gelas berisi kopi. Aku tidak bertanya. Kulanjutkan sarapanku.
            Semua kusadari begitu aku mencari gelas kopiku. Ia hilang! Aku menginterogasi ibuku, bertanya keberadaan gelas kopiku. Ibuku menggeleng. Kucecar adik laki-lakiku, ia nyaris melempar sendok makannya ke arahku disebabkan aku mencecarnya dengan setengah berteriak. Aku menghambur ke arah kakak perempuanku. Dan begitu saja kutemukan ia (gelas kopiku) tengah digenggam mesra jemari kakak perempuanku. Aliran kopi melaju deras ke tenggorokannya. Aku tersenyum, kakak perempuanku bingung.
            “Mpok, itu kopiku. Masa gak hafal harumnya.” Kataku masih tersenyum.
Kakak perempuanku menepuk keningnya.
            “Ya Allah.. pantesan. Udah agak dingin. Kok kamu gak bilang ini kopi kamu?” kata kakak perempuanku dengan nada sedikit menyesal.
            “Kok Mpok gak sadar kopinya udah gak panas lagi? Kok gak hafal rasa kopi sendiri?”aku mencecarnya dengan pertanyaan beruntun.
Kakak perempuanku memasang wajah cemberut.
            “Yaudah jadi gimana ini? Kamu bikin kopi aja lagi gih..” katanya lagi.
            “Halah repot, yaudah pagi ini aku minum kopi rasa kopimu dulu.” Kataku sambil menahan tawa.
            “Lagian tumben banget sih pagi ini gelasnya sama semua. Bikin bingung aja. Sori ya, Sa.” Kakak perempuanku meneguk kopi “rasaku” sampai habis.
            Ya, aku juga baru menyadari kalau pagi itu gelas kopi kami bertiga sama. Aku tidak menggunakan gelas kopi favoritku, begitu juga kakak perempuanku itu. Ibuku beruntung tidak sempat “teracuni” kopi milikku yang kental luar biasa. Kopi milik ibu manis, kopi milik kakak perempuanku pahit namun tidak lebih kental dari kopi-ku. Sementara adik laki-lakiku masih menggilai teh.
            Pagi itu kami luput dari aroma kopi masing-masing. Pagi itu serempak konsentrasi alpa dari kepala kami. Pagi itu ingin kuingat selalu. Karena kopi kami tertukar, tapi cinta kami tidak pernah “tertukar” apalagi salah takar. Justru semakin besar.
            Kulihat ibu dan adik laki-lakiku masih menertawai kelucuan kami pagi itu.
           

Kembali Seimbang



Kembali Seimbang
Oleh Anisa K. Putri

           
            Aku tidak menemukan pembukaan yang tepat untuk tulisanku kali ini. Hanya saja muncul sekelumit tanya yang mengganggu, saat pembicaraan menjurus pada keinginanku untuk memiliki kendaraan beroda dua yang bernama motor. Mula-mula pembicaraan ini terasa santai. Sesekali aku melempar pertanyaan pada lawan bicara di depanku. Sederhana saja pertanyaannya seperti: apa dengan sejumlah uang yang minim (kusebutkan sejumlah nominal), aku sudah bisa memiliki kendaraaan beroda dua itu. Pertanyaan lagi seperti bagaimana cara merawat kendaraan yang baik, kemungkinan-kemungkinan terburuk apa yang akan kutemui jika aku lebih memilih kendaraan roda dua tipe “bebek” atau jika pilihanku jatuh pada tipe “matic”. Sebetulnya ini mungkin sedikit memalukan, mengingat seharusnya aku sudah paham mengenai apa-apa saja mengenai kendaraan satu itu. Kenyataannya aku masuk kategori makhluk yang “ketinggalan zaman”.
            Sebenarnya aku pernah belajar mengenai dunia “permotoran” ini. Aku sudah pernah melewati masa-masa jatuh bangun dan terguling-guling saat pertama kali mencicipi rasanya mengendarai motor. Dan sampai pada sebuah kejadian dimana aku menghancurkan motor kakak laki-lakiku secara tidak sengaja karena belum mahirnya aku mengendarai si roda dua bermesin itu lewat sebuah kecelakaan. Masih jelas teringat raut wajah kakak laki-lakiku yang dinaungi amarah saat itu. Aku sendiri sibuk menangis dan menahan sakit karena beberapa luka sobek di lutut dan siku tangan. Sejak saat itu, bagiku mengendarai motor rasanya seperti hendak bunuh diri.
            Tapi situasinya sudah lain sekarang. Ada sesuatu yang mengharuskan aku untuk memiliki kendaraan roda dua bermesin itu. Meskipun aku sudah memiliki kendaraan beroda dua favoritku yaitu sepeda, lagi-lagi keharusan selalu berhasil menyingkirkan apa yang sudah ada. Alhasil, aku membawa luka masa laluku kesini, ke masa ini. Aku harus menaklukan trauma dan rasa takutku di masa lalu. Aku harus kembali belajar untuk seimbang. Apapun yang terjadi di masa lalu, masa kini mengharuskanku untuk berada di posisi seimbang. Aku mungkin akan kembali terjatuh, tapi aku akan lebih kuat sekarang karena sakit yang akan kualami nanti (jika aku tidak menjaga keseimbanganku) hanya pengulangan rasa sakitku di masa lalu.
            Jadi, kalau ada seseorang yang bertanya padaku dari mana awal mula lahirnya ‘kekuatan’, aku sudah punya jawaban. Rasa kuat datang dari rasa sakit yang berulang-ulang.